Rabu, 03 Februari 2016

Sejuta Kenangan

Aku memandangnya dari kejauhan , seutas senyum pun tak diberikan. Terlalu besar jika aku berharap dia kembali menyapaku lagi dan tak meninggalkanku dengan sepi dipantai kenangan ini. Dia sama sekali tak menoleh. semakin membuat hati ini perih. “Ah..kenapa aku selalu memikirkannya, memperhatikannya terlalu berlebihan dan selalu ingin tahu tentangnya. Semua pikiran dan perasaan tertuju padanya. Aaahh…aku ingin bebaaasss!!” Untuk sekian kali aku harus berteriak di berisiknya angin pantai dan gelombang yang riuh rendah menghantam karang. “Sudah…dia bukan yang terbaik untukmu, sekian ratus kali aku telah katakan.
Akan datang yang lebih baik darinya” sahabatku liana menasehati. Mungkin dia juga bosan melihatku menangis, menggalau dan bahkan tertawa sendiri. Siapa sih yang tak bosan melihat sahabatnya menceracau tentang laki-laki saja, beruntung jika banyak laki-laki yang diceritakan, tetapi ini laki-laki itu-itu saja. Tidak ada yang lain. Bosan. Lelaki yang dikenal saat begitu indahnya masa putih abu-abu, lelaki kurus dengan senyum yang begitu tulus. “Akankah aku bersamanya? Itu selalu pertanyaan penutup mu. Aku ingin kau bahagia, tapi jangan begini. Begitu banyak yang mencintaimu.. keluarga dan anak-anak yang kau ajari itu. Komunitas mu yang luar biasa itu menerimamu sungguh apa adanya. Lalu apa lagi? Cobalah berfikir dengan dingin.. semua kan baik-baik saja, sama seperti kau kembali dari kota itu. Kau tak bertemu dengannya bertahun-tahun, lalu kenapa bertemu selama seminggu ini, kau malah menyakiti dirimu? Biarkan dia..” lia “menceramahi”ku lagi untuk kesekian kali. Aku rasa dia lelah.. Kali ini aku menggenggam pasir-pasir dipantai itu dengan semua rasa kecewa. Melemparnya kelaut jauh-jauh. Semua harus berakhir dengan baik juga sama seperti ketika dulu aku memulainya dengan baik. Angin.. bawa aku menjauh dari tempat yang sungguh menyakitkan, berharap dengan harapan-harapan yang tak pasti, menjaga dia tak terusik dengan sapaanku meskipun aku tahu ada yang selalu setia menyapanya dengan setia. Aku tidak pernah berfikir harus seperti inikah akhir kisahku? Aku menjauh untuk menghapus semua bayangnya..namun pada kenyataannya aku bahkan tak bisa melawan sedikitpun perasaanku. Kini dia hadir seminggu dalam hidupku, member perhatian lebih dan membantu banyak hal untuk penelitian skripsiku. Tentu aku sangat bahagia, teramat sangat bahagia.. cintaku kembali lagi. Lalu apa yang terjadi? Dia menemaniku seminggu hanya untuk melunakkan hatiku dan mengatakan sesuatu yang tak ingin aku dengar. Sesuatu yang membuat harapan itu berhenti, berkeping-keping hancur ditelan gelombang itu. Seperti Tsunami yang menghancurkan semua keindahan pantai dalam seketika. Dia tidak akan pernah menjadi milikku setelah ini, sekalipun itu dalam mimpi. Sudah selesai semua! “Untuk apa aku kembali disini, jika aku harus menerima ini? Aku ingin mati saja. Percuma!! “ Aku memeluk liana pasrah. Dia yang selalu setia dalam setiap kondisiku. “Hei..buka matamu Na, kau kembali kesini bukan untuk dia kan? Kembali kesini untuk menyusun masa depanmu, skripsi! Bertemu adik-adik komunitasmu. Lalu kau ingin mati? Kenapa kau begitu tega, kenapa kau tak menjadikan aku alas an kau tetap hidup? Aku sayang kau Na…” Liana menangis memelukku erat. Dalam isak nya itu, dia berbisik : “ berapa puluh tahun kau bisa menikmati hidup ini dengan baik, mengikuti proses dengan sabar. Lalu kenapa hanya dengan berjumpa dengannya kembali, kau jatuh tanpa pendirian? Dia laki-laki Na.. kita perempuan, perempuan itu harus kuat. Jangan mau hanya dipermainkan. Kita punya cita-cita dan komitmen yang tinggi. Kita saling menyebut diri kita perempuan Karang.. Perempuan karang itu punya tekad yang kuat, tidak mudah menyerah seberapapun kuatnya hempasan gelombang itu. Karang tetap stabil dan kuat menahan abrasi Na. Kau mampu, aku yakin!! Lama..aku terdiam, aku yang selalu menyebut kami perempuan karang. Batu karang yang kokoh dari pantai cantik Aceh ini. Aku menghampiri tepian pantai karang itu, memungutnya satu persatu lalu menulisnya : ‘Mungkin Cinta tak disini, cinta ada dilain tempat’. Aku membuangnya jauh sekuat tenaga. Demi melihat senyum sahabat terbaikku, aku tak akan bisa mendapatkan sahabat yang sangat baik sepertinya, tetapi untuk mendapatkan laki-laki yang sama sepertinya mungkin bisa. Aku mungkin akan membuka mata dan dunia lebih luas lagi. Menikmati hidup untuk puluhan tahun kedepan meskipun tanpa cinta-ku itu. “Selamat berbahagia.. semoga pertunangannya lancar. Aku turut mendo’akannya” lalu ku tekan tombol send to : bie. Cinta selalu begitu, menikmati rintik-rintik bahagia melihatnya bahagia..meskipun sebenarnya hujan sedang membasahi hati. Aku akan tetap mencintai semua hal dengan hati meskipun tersakiti. Aku tahu masih banyak cinta itu menanti. Sekarang focus pada impianku masa depan, memiliki cinta sebanyak-banyaknya dan tanpa jenda. Aku pasti bisa menikmati itu. Aku menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya.. Memenjamkan mata menikmati matahari terbenam dengan indah. Semua yang sakit akan segera kita tinggalkan.. “ Sudah cukup bukan? Ayo kita Pulang.. tempat in memang banyak kenangan, tetapi bukan tempat kau pulang, sayang “ Liana menarik tanganku sembari memelukku. Aku hanya diam mengangguk saja. Yah.. Pulang. Pulang dengan sejuta kenangan seperti sang mentari yang setia pulang keufuk baratnya. (Nc)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nasrieatie/sejuta-kenangan_552cad566ea83472458b45a5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar